Sumber: http://eltelu.blogspot.com/2012/09/cara-membuat-tab-menu-horizontal.html#ixzz2LFDDgWPY
"SENANTIASA BERUPAYA MENGIKUTI JEJAK DAN LANGKAH BAGINDA RASULALLAH SAW".

Senin, 09 April 2012

ANJURAN UNTUK TAHLILAN DAN ZIARAH KUBUR

get this widget !
        Sebenarnya permasalahan ini merupakan permasalahan yang cukup usang dan sudah lama diperdebatkan. Akan tetapi dirasa perlu untuk diangkat kembali karena ada pergeseran isu yang cukup substantive, yaitu dari furu’ menuju ushul. Maksudnya, pada awalnya permasalahan ini dianggap sebagai permasalahan furu’iyah, sehingga masing-masing pihak yang berdebat tidak saling mengkafirkan dan mensyirikkan, dan kemudian berubah menjadi permasalahan ushul, sehingga pihak-pihak yang tidak setuju terhadap ziarah kubur dan tahlilan mengkafirkan dan mensyirikkan para pelakunya.  

        Semua pasti sepakat bahwa syirik dan kafir adalah hal yang mesti harus dijauhi dan dihindari. Semua muslim dari manapun kelompok dan organisasinya pasti marah apabila keislaman dan keimanannya dianggap tercemar dan berlumuran dengan Lumpur kesyirikan dan kekafiran. Demikian juga halnya dengan kita warga nahdliyin, akan marah dan jengkel ketika keislaman dan keimanan kita dianggap berlumuran dengan Lumpur kesyirikan dan kekafiran. Dalam konteks inilah sebenarnya LBM NU cabang Jember secara intensif melakukan kajian-kajian terhadap tradisi amaliyah nahdliyah dan melakukan advokasi terhadapnya dengan sebuah keyakinan bahwa para pendiri Nahdlatul Ulama adalah sosok ulama yang tingkat keislaman, keimanan, keilmuan dan keikhlasannya tidak perlu diragukan lagi, sehingga dalam menerima dan melanggengkan amaliyah nahdliyah beliah-beliau pasti selektif dan didasarkan pada sebuah ilmu, tidak ngawur, serampangan apalagi sembrono. Dengan tingkat keilmuan dan keikhlasan yang dimiliki pasti beliau-beliau itu lebih takut dosa dan neraka dibandingkan dengan kita, dan mungkin saja dibandingkan dengan mereka para penyerang tradisi amaliyah nahdliyah.

         Semua permasalahan apabila dinisbahkan kepada Islam pasti sangat mudah untuk menyelesaikannya. Karena, semua keputusan hukum di dalam Islam harus selalu ada cantolan dalilnya. Seseorang tidak dapat memubahkan, mewajibkan, mengharamkan, mensunnahkan dan memakruhkan sesuatu apabila tidak ada cantolan dalil dan argumentasinya. Demikian juga halnya dengan para pendukung dan penentang amaliyah tahlilan dan ziarah kubur harus mendasarkan pandangannnya pada dalil-dalil yang absah, tidak boleh hanya didasarkan pada logika, hayalan dan lamunan saja.
Tulisan pendek ini mencoba untuk mengurai dasar-dasar argumentatif amaliyah nahdliyah yang biasa kita lakukan khususnya berkaitan dengan tahlil dan ziarah kubur.

Tradisi Tahlilan dan Analisis Argumentasi
      Kata “tahlilan” merupakan bentuk masdar dari fi’il madli “hallala” yang berarti mengucapkan 
لااله الاالله .Dari sisi istilah, kata tahlilan bisa jadi didefinisikan dan digambarkan dengan sebuah bentuk ritual keagamaan yang berbentuk majlis dzikir dengan menggunakan bacaan-bacaan dzikir tertentu dan menghadiahkan pahalanya untuk si mayit. Biasanya majlis dzikir ini diadakan pada waktu malam jum’at atau malam setelah kematian seseorang, atau juga bisa dilaksanakan pada saat haul atau yang lain. Yang jelas, kapan ritual ini harus dilaksanakan dan modelnya bagaimana tidak ada aturan dan ketentuan yang pasti. Bisa jadi antara daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki teknis dan kaifiyah yang berbeda.
 Biasanya sebab dan alasan kenapa tahlilan harus di tolak oleh para penentangnya bermuara pada argumentasi sebagai berikut :
•Tahlilan tidak pernah diperintahkan oleh Rasulullah SAW, karena demikian dianggap bid’ah.
•Tahlilan merupakan budaya masyarakat Hindu, karena demikian dianggap tasyabbuh bi al-kuffar
•Tahlilan dianggap merepotkan dan memberatkan keluarga mayat, karena di dalam tahlilan pasti selalu ada jamuan
•Berkumpul untuk melakukan tahlilan pada saat setelah kematian dianggap “niyahah” (meratap)
•Di dalam tahlilan pasti ada unsur tawasul.
Argumentasi-argumentasi para penentang di atas adalah argumentasi klasik yang sudah ditanggapi berkali-kali. Akan tetapi, karena sejak awal bersikap tazkiyat al-nafsi (menganggap dirinya yang paling benar), maka penjelasan yang diberikan tidak berdampak dan berpengaruh sama sekali. Namun demikian, dalam kesempatan ini akan kita jelaskan sekali lagi mengenai kesalah-pahaman mereka yang dituduhkan kepada kita.
•Tahlilan tidak pernah diperintahkan oleh Rasulullah SAW, karena demikian dianggap bid’ah.
Memang harus diakui bahwa kata “tahlilan” sebagai sebuah bentuk tradisi seperti yang kita pahami sekarang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW, akan tetapi perlu diingat bahwa substansi tahlilan adalah dzikir berjamaah dan berdoa untuk si mayit. Dzikir berjamaah dan berdoa untuk si mayit yang muslim supaya mendapatkan pengampunan dari Allah -tidak diragukan lagi- terlalu banyak penjelasannya di dalam al-Qur’an dan al-Hadits, diantaranya adalah :
-Dari Al Quran


Surat al-Hasyr : 10
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan Saudara-saudara kami yang Telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”
Surat Muhammad : 19
“Maka Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal”.
-Dari al-Hadits
وعن أبي سعيد الخدري وأبي هريرة رضي الله عنهما قالا: قال النبي صلى الله عليه وآله وسلم «لا يقعد قوم يذكرون الله عز وجل إلا حفتهم الملائكة وغشيتهم الرحمة ونزلت عليهم السكينة وذكرهم الله فيمن عنده»

Dari Abu Hurairah ra. dari Abu Sa’id ra., keduanya berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada suatu kaum yang duduk dalam suatu majlis untuk dzikir kepada Allah melainkan mereka dikelilingi oleh malaikat, diliputi rahmat, di turunkan ketenangan, dan mereka disebut-sebut Allah di hadapan malaikat yang ada disisi-Nya”.
وَمِنْ حَدِيث مُعَاوِيَة رَفَعَهُ أَنَّهُ قَالَ لِجَمَاعَةٍ جَلَسُوا يَذْكُرُونَ اللَّه تَعَالَى ” أَتَانِي جِبْرِيل فَأَخْبَرَنِي أَنَّ اللَّه يُبَاهِي بِكُمْ الْمَلَائِكَة ” .

” 
Dari hadits Mu’awiyah yang dihukumi marfu’, dia berkata “Nabi bersabda untuk para jama’ah yang duduk berdzikir kepada Allah: ” malaikat Jibril datang kepadaku dan menginformasikan bahwa Allah membanggakan kamu kepada malaikat”
 Dari Logika
إن الجماعة قوة قال الله تعالى واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا والحجارة لا يستطيع كسرها إلا الجماعة وقد شبه الله تعالى القلوب القاسية بالحجارة في شدة قساوتها فقال عز من قائل ثم قست قلوبكم من بعد ذلك فهي كالحجارة أو أشد قسوة فكما أن الحجارة لا يستطيع كسرها إلا الجماعة فكذلك القلب القاسي يسهل تليينه إذا تساعدت عليه جماعة الذاكرين. (الموسوعة اليوسفية )
Dari uraian dan argumentasi di atas dapat dipastikan bahwa substansi tahlilan memliki cantolan dalil, baik naqliy (al-qur’an dan al-hadits), maupun aqliy.
•Tahlilan merupakan budaya masyarakat Hindu, karena demikian dianggap tasyabbuh bi al-kuffar.
Untuk menyimpulkan apakah di dalam tradisi tahlilan terdapat unsur tasyabbuh bi al-kuffar atau tidak, terlebih dahulu kita harus melakukan penelitian secara seksama. Mungkin saja memang ada tradisi kumpul-kumpul di dalam agama lain pada 1,2,3…..,7…,40 hari dan seterusnya setelah hari kematian seseorang. Tampaknya pada titik inilah tradisi tahlilan dianggap tasyabbuh bi al-kuffar. Namun demikian perlu diperhatikan beberapa hal, diantaranya:
       Harus dipahami bahwa permasalahan ini termasuk dalam wilayah I’tiqadi. Karena demikian, harus ditegaskan bahwa tidak ada keyakinan sama sekali di dalam hati warga nahdliyin bahwa tahlilan pada hari pertama kematian, hari kedua, ketiga dan seterusnya merupakan sebuah kewajiban, juga tidak ada keyakinan bahwa berdo’a kepada si mayit pada hari pertama, kedua, ketiga dan seterusnya lebih afdlal dibandingkan dengan hari-hari yang lain. Tahlilan yang substansinya adalah berdoa untuk si mayit agar mendapatkan pengampunan dari Allah boleh dilakukan kapan saja, atau bahkan boleh tidak dilakukan, meskipun biasanya kegiatan tahlilan ini dilaksanakan pada hari pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.
      Tasyabbuh boleh dialamatkan kepada warga nahdliyin ketika meyakini bahwa tahlilan wajib dilaksanakan pada hari-hari dimaksud dan juga meyakini bahwa hari-hari dimaksud lebih afdlal dibandingkan hari lainnya. Jadi, penentuan hari dan seterusnya tidak lebih dari sebuah tradisi yang boleh dilakukan dan juga boleh ditinggalkan, berbeda dengan apa yang diyakini oleh umat Hindu. Tradisi ini sama persis dengan tradisi memperingati hari-hari besar dalam Islam (Nuzulul qur’an, halal bi halal, maulid nabi, isra’-mi’raj dan lain sebagainya) yang boleh dilakukan kapan saja, tidak terbatas pada tanggal-tanggal tertentu. Peringatan hari besar yang biasanya diisi taushiah dan dzikir hanyalah merupakan tradisi yang boleh dikerjakan dan juga boleh ditinggalkan.
o Bahwa sikap warga nahdliyin sebagaimana di atas dapat dilihat dari kitab yang biasa dijadikan sebagai rujukan oleh mereka, diantaranya di dalam kitab al-fatawa al-fiqhiyah al-kubro yang berbunyi :
 o ( وَسُئِلَ ) أَعَادَ اللَّهُ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِهِ عَمَّا يُذْبَحُ مِنْ النَّعَمِ وَيُحْمَلُ مَعَ مِلْحٍ خَلْفَ الْمَيِّتِ إلَى الْمَقْبَرَةِ وَيُتَصَدَّقُ بِهِ عَلَى الْحَفَّارِينَ فَقَطْ وَعَمَّا يُعْمَلُ يَوْمَ ثَالِثِ مَوْتِهِ مِنْ تَهْيِئَةِ أَكْلٍ وَإِطْعَامِهِ لِلْفُقَرَاءِ وَغَيْرِهِمْ وَعَمَّا يُعْمَلُ يَوْمَ السَّابِعِ كَذَلِكَ وَعَمَّا يُعْمَلُ يَوْمَ تَمَامِ الشَّهْرِ مِنْ الْكَعْكِ وَيُدَارُ بِهِ عَلَى بُيُوتِ النِّسَاءِ اللَّاتِي حَضَرْنَ الْجِنَازَةَ وَلَمْ يَقْصِدُوا بِذَلِكَ إلَّا مُقْتَضَى عَادَةِ أَهْلِ الْبَلَدِ حَتَّى إنَّ مَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ صَارَ مَمْقُوتًا عِنْدَهُمْ خَسِيسًا لَا يَعْبَئُونَ بِهِ وَهَلْ إذَا قَصَدُوا بِذَلِكَ الْعَادَةَ وَالتَّصَدُّقَ فِي غَيْرِ الْأَخِيرَةِ أَوْ مُجَرَّدَ الْعَادَةِ مَاذَا يَكُونُ الْحُكْمُ جَوَازٌ وَغَيْرُهُ وَهَلْ يُوَزَّعُ مَا صُرِفَ عَلَى أَنْصِبَاءِ الْوَرَثَةِ عِنْدَ قِسْمَةِ التَّرِكَةِ وَإِنْ لَمْ يَرْضَ بِهِ بَعْضُهُمْ وَعَنْ الْمَبِيتِ عِنْدَ أَهْلِ الْمَيِّتِ إلَى مُضِيِّ شَهْرٍ مِنْ مَوْتِهِ لِأَنَّ ذَلِكَ عِنْدَهُمْ كَالْفَرْضِ مَا حُكْمُهُ .( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ جَمِيعُ مَا يُفْعَلُ مِمَّا ذُكِرَ فِي السُّؤَالِ مِنْ الْبِدَعِ الْمَذْمُومَةِ لَكِنْ لَا حُرْمَةَ فِيهِ إلَّا إنْ فُعِلَ شَيْءٌ مِنْهُ لِنَحْوِ نَائِحَةٍ أَوْ رِثَاءٍ وَمَنْ قَصَدَ بِفِعْلِ شَيْءٍ مِنْهُ دَفْعَ أَلْسِنَةِ الْجُهَّالِ وَخَوْضِهِمْ فِي عِرْضِهِ بِسَبَبِ التَّرْكِ يُرْجَى أَنْ يُكْتَبَ لَهُ ثَوَابُ ذَلِكَ أَخْذًا مِنْ أَمْرِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي الصَّلَاةِ بِوَضْعِ يَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ وَعَلَّلُوهُ بِصَوْنِ عِرْضِهِ عَنْ خَوْضِ النَّاسِ فِيهِ لَوْ انْصَرَفَ عَلَى غَيْرِ هَذِهِ الْكَيْفِيَّةِ وَلَا يَجُوزُ أَنْ يُفْعَلَ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ مِنْ التَّرِكَةِ حَيْثُ كَانَ فِيهَا مَحْجُورٌ عَلَيْهِ مُطْلَقًا أَوْ كَانُوا كُلُّهُمْ رُشَدَاءَ لَكِنْ لَمْ يَرْضَ بَعْضُهُمْ بَلْ مَنْ فَعَلَهُ مِنْ مَالِهِ لَمْ يَرْجِعْ بِهِ عَلَى غَيْرِهِ وَمَنْ فَعَلَهُ مِنْ التَّرِكَةِ غَرِمَ حِصَّةَ غَيْرِهِ الَّذِي لَمْ يَأْذَنْ فِيهِ إذْنًا صَحِيحًا وَإِذَا كَانَ فِي الْمَبِيتِ عِنْدَ أَهْلِ ( الفتاوى الفقهية الكبرى لأبن حجر الهيتمى )
oوالتصدق عن الميت بوجه شرعي مطلوب ولا يتقيد بكونه فى سبعة ايام او اكثر او اقل وتقييده ببعض الايام من العوائد فقط كما افتى بذلك السيد احمد دحلان وقد جرت عادة الناس بالتصدق عن الميت في ثالث من موته وفى سابع وفي تمام العشرين وفى الاربعين وفى المائة وبعد ذلك يفعل كل سنة حولا في يوم الموت كما افاده شيخنا يوسف السنبلاويني اما الطعام الذي يجتمع عليه الناس ليلة دفن الميت المسمى بالوحشة فهو مكروه مالم يكن من مال الايتام والا فيحرم (نهاية الزين : باب فى الوصية , 281)

      Tradisi yang berlaku dan berkembang di kalangan nahdliyin adalah : apabila ada seorang muslim meninggal dunia, maka tetangga dan kerabat yang ada disekitarnya berbondong-bondong melakukan ta’ziyah, dan dapat dipastikan bahwa pada saat ta’ziyah kebanyakan dari mereka membawa beras, gula, uang dan lain sebagainya. Tetangga yang ada di kanan-kiri bahu-membau membantu keluarga korban untuk memasak dan menyajikan jamuan, baik untuk keluarga korban atau untuk para penta’ziyah yang hadir. Apabila hal ini yang terjadi, apakah ini tidak dapat dianggap sebagai terjemahan kontekstual dari hadits nabi yang berbunyi :

قال النبي صلى الله عليه و سلم : اصنعوا لآل جعفر طعاما فقد أتاهم أمر يشغلهم
       Hadits di atas apabila diamalkan secara tekstual justru akan menjadi mubadzir, karena kalau seandainya semua tetangga yang ta’ziyah membawa makanan yang siap saji, maka dapat dipastikan akan banyak makanan yang basi. Catatan yang lain lagi adalah bahwa jamuan yang disajikan di dalam acara tahlilan bukanlah merupakan tujuan. Tujuan utama para tetangga yang hadir adalah berdo’a untuk si mayit. Karena demikian, jamuan boleh diadakan dan juga boleh ditiadakan. Bahkan, banyak dari kalangan kyai yang menjadi tokoh sentral warga nahdliyin memberikan pemahaman dan anjuran agar jamuan yang ada lebih disederhanakan, dan bahkan kalau mungkin hanya sekedar suguhan teh saja.
•Berkumpul untuk melakukan tahlilan pada saat setelah kematian dianggap “niyahah” (meratap).

 Di dalam tahlilan pasti ada unsur tawasul.
                      Sebagai gambaran awal untuk memetakan tentang konsep tawasul, dapat dijelaskan sebagai berikut :
       Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa tawasul adalah menjadikan mutawasal bih sebagai wasilah (perantara) dalam rangka berdoa kepada Allah. Berdoa dapat langsung kepada Allah (tanpa tawasul) dan juga dapat menggunakan perantara mutawassal bih. Menggunakan mutawassal bih sebagai perantara bukanlah merupakan sebuah keharusan dalam berdoa.
Mutawassal bih secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
o Mutawassal bih yang berupa al-a’mal al-shalihah.
o Mutawassal bih yang berupa al-dzawat al-fadlilah. Mutawassal bih yang berupa al-dzawat al-fadlilah dibagi menjadi dua, yaitu :
o Dengan nabi Muhammad SAW. Kategori ini diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :
- Sebelum lahirnya nabi (قبل وجوده )
Pada saat nabi hidup ( فى حياته )Setelah nabi wafat (بعد وفاته)
o Dengan awliya dan shalihin. Kategori ini diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
- Pada saat mereka masih hidup 
(في حياتهم)
Setelah mereka wafat (بعد وفاتهم).
Tidak terjadi perbedaan pendapat mengenai diperbolehkannya menggunakan al-a’mal al-shalihah sebagai mutawassal bih. Hal ini didasarkan pada hadits nabi yang bercerita tentang tiga orang pemuda yang terjebak di sebuah goa. Hadits tersebut berbunyi :

Ziarah Kubur dan Analisis Argumentasi
           Tak seorangpun dapat menyangkal dan menentang bahwa ziarah kubur merupakan hal yang disyariatkan di dalam Islam. Namun demikian, masih saja terdapat kelompok orang yang menentang ziarah kubur dengan berbagai dalih dan alasan yang tentunya kurang ilmiyah dan sangat emosional.
Ada nasihat yang sangat menarik yang ditawarkan oleh Imam al-qurthubi di dalam kitab tafsirnya yang berbunyi :
                            قال العلماء : ينبغي لمن أراد علاج قلبه وانقياده بسلاسل القهر إلى طاعة ربه ان يكثر من ذكر هاذم اللذات ومفرق الجماعات وموتم البنين والبنات ويواظب على مشاهدة المحتضرين وزيادرة قبور أموات المسلمين فهذه ثلاثة أمور ينبغي لمن قسا قلبه ولزمه ذنبه أن يستعين بها على دواء دائه ويستصرخ بها على فتن الشيطان وأعوانه فإن انتفع بالإكثار من ذكر الموت وانجلت به قساوة قلبه فذاك وإن عظم عليه ران قلبه واستحكمت فيه دواعي الذنب فإن مشاهدة المحتضرين وزيارة قبور أموات المسلمين تبلغ في دفع ذلك ما لا يبلغه الأول لأن ذكر الموت إخبار للقلب بما إليه المصير وقائم له مقام التخويف والتحذير وفي مشاهدة من احتضر وزيادة قبر من مات من المسلمين معاينة ومشاهدة فلذلك كان أبلغ من الأول
        Dari pandangan dan uraian Imam al-Qurtubi di atas, kita akan menganggap wajar dan bahkan menganggap benar tradisi ziarah kubur yang dilakukan dan digandrungi oleh kalangan nahdliyin dengan berjamaah ziarah ke makam wali songo dan lain sebagainya. Karena ziarah kubur merupakan salah satu dari tiga hal yang mujarab untuk mengobati dan menundukkan kerasnya hati; tiga hal dimaksud adalah : mengingat mati, menyaksikan orang yang sedang sakaratul maut dan ziarah kubur.
       Dari pandangan ini, maka sebenarnya orang yang berziarah ke makam para wali tidak hanya berkesempatan untuk bertawasul kepada para awliya dan shalihin, akan tetapi juga berkesempatan untuk mengobati hatinya sehingga pada akhirnya akan lebih taat kepada Allah.
       Disamping pertimbangan di atas hadits nabi yang menjelaskan tentang dianjurkannya ziarah kubur sangat banyak dan dikeluarkan oleh banyak perawi, sehingga tingkat kemakbulannya tidak dapat diragukan lagi. Hadits-hadits dimaksud diantaranya adalah :
 • حدثنا زبيد بن الحارث عن محارب بن دثار عن بن بريدة عن أبيه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إني كنت نهيتكم عن ثلاث عن زيارة القبور فزوروها ولتزدكم زيارتها خيرا …. (رواه النسائى )
• و حدثنا أبو العباس محمد بن يعقوب أنبأ محمد بن عبد الله بن عبد الحكم أنبأ ابن وهب أخبرني ابن جريج عن أيوب بن هانىء عن مسروق بن الأجدع عن عبد الله بن مسعود : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : إني كنت نهيتكم عن زيارة القبور و أكل لحوم الأضاحي فوق ثلاث و عن نبيذ الأوعية ألا فزوروا القبور فإنها تزهد في الدنيا و تذكر الآخرة …. (رواه الحاكم )


       Meskipun manfaat ziarah kubur sangat besar dan dalil yang menguatkannya juga sangat banyak, namun masih saja banyak kelompok yang menentang ziarah kubur. Dari literature yang kita baca yang ditulis oleh para penentang ziarah kubur dapat disimpulkan bahwa penentangan mereka bermuara pada beberapa alasan diantaranya adalah :
• Berbagai kemaksiatan banyak terjadi pada saat ziarah kubur.
• Kesyirikan banyak dilakukan oleh para peziarah. 
       Dua alasan di atas merupakan alasan yang bersifat ‘aridly (insidentil) dan bukan sesuatu yang pasti terjadi. Karena demikian, sebuah pembahasan akan menjadi bias dan tidak ilmiyah karena meninggalkan substansi permasalahan yang sebenarnya. Marilah kita mencoba untuk mengkritisi alasan yang mereka kemukakan.


  Membaca Al-qur’an Diatas Kubur Dan Menghadiahkan Pahalanya bagi Mayyit (Muslim)
Terjemahannnya :
      Pernah disebutkan daripada setengah para salaf, bahwa mereka mewasiatkan supaya dibacakan diatas kubur mereka di waktu penguburannya. Telah berkata abdul haq, diriwayatkan bahwa Abdullah bin umar pernah menyuruh supaya diabacakan diatas kuburnya surah al-baqarah. Pendapat ini dikuatkan oleh mu’alla bin hanbal, pada mulanya mengingkari pendapat ini kerana masih belum menemui sesuatu dalil mengenainya, kemudian menarik balik pengingkarannya itu setelah jelas kepadanya bahwa pendapat itu betul.
       Berkata Khallal di dalam kitabnya ‘Al-jami’ : Telah berkata kepadaku Al-Abbas bin Muhammad Ad-dauri, berbicara kepadaku Abdul Rahman bin Al-Ala’ bin Lajlaj, daripada ayahnya, katanya : Ayahku telah berpesan kepadaku, kalau dia mati, maka kuburkanlah dia di dalam lahad, kemudian sebutkanlah : Dengan Nama Allah, dan atas agama Rasulullah !, Kemudian ratakanlah kubur itu dengan tanah, kemudian bacakanlah dikepalaku dengan pembukaan surat albaqarah, kerana aku telah mendengar Abdullah bin Umar ra. Menyuruh membuat demikian. Berkata Al-Abbas Ad-Dauri kemudian : Aku pergi bertanya Ahmad bin Hanbal, kalau dia ada menghafal sesuatu tentang membaca diatas kubur. Maka katanya : Tidak ada ! kemudian aku bertanya pula Yahya bin Mu’in, maka dia telah menerangkan kepadaku bicara yang menganjurkan yang demikian.
      Berkata Khallal, telah memberitahuku Al-Hasan bin Ahmad Al-Warraq, berbicara kepadaku Ali bin Muwaffa Al-Haddad, dan dia adalah seorang yang berkata benar, katanya :Sekalai peristiwa saya bersama-sama Ahmad bin Hanbal dan Muhammad bin Qudamah Al-Jauhari menghadiri suatu jenazah. Setelah selesai mayit itu dikuburkan, maka telah duduk seorang yang buta membaca sesuatu diatas kubur itu. Maka ia disangkal oleh Imam Ahmad, katanya : Wahai fulan ! Membaca sesuatu diatas kubur adalah bid’ah !. Apa bila kita keluar dari pekuburan itu, berkata Muhammad bin Qudamah Al-Jauhari kepada Imam Ahmad bin Hanbal : Wahai Abu Abdullah ! Apa pendapatmu tentang si Mubasysyir Al-Halabi ? Jawab Imam Ahmad : Dia seorang yang dipercayai. Berkata Muhammad bin Qudamah Al-Jauhari seterusnya : Aku menghafal sesuatu daripadanya ! Sangkal Imam Ahmad bin Hanbal : Yakah, apa dia ? Berkata Muhammad bin Qudamah : Telah memberitahuku Mubasysyir, daribada Abdul Rahman Bin Al-Ala’ bin Lajlaj, daripada ayahnya, bahwasanya ia berpesan, kalau dia dikuburkan nanti, hendaklah dibacakan dikepalanya ayat-ayat permulaan surat Al-Baqarah, dan ayat-ayat penghabisannya, sambil katanya : Aku mendengar Abdullah bin Umar (Ibnu Umar) mewasiatkan orang yang membaca demikian itu.
Mendengar itu, maka Imam Ahmad bin Hanbal berkata kepada Muhammad bin Qudamah : Kalau begitu aku tarik tegahanku (Bhs Ind : penolakanku ) itu. Dan suruhlah orang buta itu membacakannya.
      Berkata Al- Hasan  bin As-sabbah Az-za’farani pula : Saya pernah menanyakan hal itu kepada Imam Syafi’i, kalau boleh dibacakan sesuatu diatas kubur orang, maka Jawabnya : Boleh, Tidak mengapa !
Khalal pun telah menyebutkan lagi dari As-sya’bi, katanya : Adalah Kaum Anshor, apabila mati seseorang diantara mereka, senantiasalah mereka mendatangi kuburnya untuk membacakan sesuatu daripada Al-Qur’an.
Asy-sya’bi berkata, telah memberitahuku Abu Yahya An-Naqid, katanya aku telah mendengar Al-Hasan bin Al-Haruri berkata : Saya telah mendatangi kubur saudara perempuanku, lalu aku membacakan disitu Surat Tabarak (Al-Mulk), sebagaimana yang dianjurkan. Kemudian datang kepadaku seorang lelaki danmemberitahuku, katanya : Aku mimpikan saudara perempuanmu, dia berkata : Moga-moga Allah memberi balasan kepada Abu Ali (yakni si pembaca tadi) dengan segala yang baik. Sungguh aku mendapat manfaat yang banyak dari bacaannya itu.
Telah memberitahuku Al-Hasan bin Haitsam, katanya aku mendengar Abu Bakar atrusy berkata : Ada seorang lelaki datang ke kubur ibunya pada hari jum’at, kemudian ia membaca surat Yasin disitu. Bercerita Abu Bakar seterusnya : Maka aku pun datang kekubur ibuku dan membaca surah Yasiin, kemudian aku mengangkat tangan : Ya Allah ! Ya Tuhanku ! Kalau memang Engkau memberi pahala lagi bagi orang yang membaca surat ini, maka jadikanlah pahala itu bagi sekalian ahli kubur ini !
     Apabila tiba hari jum’at yang berikutnya, dia ditemui seorang wanita. Wanita itu bertanya : Apakah kau fulan anak si fulanah itu ? Jawab Abu Bakar : Ya ! Berkata wanita itu lagi : Puteriku telah meninggal dunia, lalu aku bermimpikan dia datang duduk diatas kuburnya. Maka aku bertanya : Mengapa kau duduk disini ? Jawabnya : Si fulan anak fulanah itu telah datang ke kubur ibunya seraya membacakan Surat Yasin, dan dijadikan pahalanya untuk ahli kuburan sekaliannya. Maka aku pun telah mendapat bahagian daripadanya, dan dosaku pun telah diampunkan karenanya.
(Tarjamah Kitab Ar-ruh  Hafidz Ibnuqayyim jauziyah, ‘Roh’ , Ustaz Syed Ahmad Semait, Pustaka Nasional PTE LTD, Singapura, 1990, halaman 17 – 19)
“Telah masyhur bahwa imam-imam madzab sunni menyatakan sampainya hadiah pahala kepada mayyit muslim, bahkan ibnu qayyim dan ibnu taymiyah yang katanya imamnya para wahhaby menyatakan demikian”. Ini buktinya :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar